Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing dengan Puasa Ramadhan, baik bagi yang melaksanakannya maupun yang tidak. Karena pada momen ini akan terjadi beberapa perubahan di keseharian kita dibanding hari-hari biasanya. Mulai dari kebiasaan makan siang yang ditiadakan, banyaknya wajah-wajah mengantuk karena belum terbiasa bangun untuk sahur, banyak pasar “kaget” yang tiba-tiba ada menjelang waktu berbuka puasa dan tersebar dimana-mana, hingga iklan sirup yang mulai sering menghiasi TV kita. Hal-hal ini sudah menjadi kebiasaan dan keseharian kita saat Puasa Ramadhan di Indonesia hingga kita tidak terlalu memikirkannya.
Namun, untuk teman-teman yang pernah tinggal di luar negeri (bukan hanya berlibur), pasti akan merasakan adanya perbedaan saat berpuasa di tanah air dengan di negara lain, termasuk di Jepang. Perbedaan yang ada terkadang cukup minor sehingga tidak terlalu mengganggu jalannya ibadah kita. Namun, tak jarang ada beberapa hal yang cukup krusial sehingga bagi yang baru pertama kali merasakannya mungkin akan kesulitan. Walaupun tentunya perbedaan-perbedaan ini nantinya akan cukup subjektif mengingat budaya saat momen puasa di Indonesia sendiri cukup beragam.
Beberapa perbedaan yang ada secara umum salah satunya adalah budaya membangunkan sahur. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kebiasaan membangunkan orang untuk makan sahur dengan cara berkeliling dan mengeluarkan suara yang cukup kencang. Hal ini, hampir sudah pasti tidak ada di Jepang maupun negara dengan pemeluk Islam yang tidak banyak mengingat hal ini akan mengganggu ketertiban dan kenyamanan orang lain saat beristirahat.
Berikutnya adalah keberadaan masjid, yang mana cukup krusial untuk muslim, terlebih lagi saat bulan puasa karena pada momen ini banyak kegiatan berpusat di masjid. Di Jepang sendiri, masjid tidak sebanyak seperti di Indonesia. Sehingga saat kita ingin melaksanakan Shalat lima waktu berjamaah maupun Shalat tarawih di masjid, kita harus mencari masjid mana yang terdekat dari lokasi kita dan terkadang perlu menggunakan kereta atau mobil pribadi untuk mencapainya.
Salah satu perbedaan yang paling terlihat, adalah momen Idul Fitri atau Lebaran. Kita mengenal istilah “Mudik Lebaran”, yaitu saat kita mengunjungi kampung halaman kita untuk bertemu sanak saudara pada momen Idul Fitri. Pada momen ini mayoritas orang Indonesia juga mendapat kesempatan libur yang cukup Panjang, hingga adanya peraturan pemerintah terkait cuti Bersama dan THR (Tunjangan Hari Raya). Namun, hal-hal ini tidak ada di Jepang, yang mana bahkan hari raya Idul Fitri bahkan tidak termasuk libur nasional. Sehingga kita sebagai diaspora Indonesia di Jepang harus mempersiapkan diri untuk dapat melaksanakan Shalat Idul Fitri ini, diantaranya dengan meminta izin ke Profesor pengampu (bagi pelajar) atau ke atasan kita (bagi pekerja). Pada umumnya, orang Jepang akan memaklumi dan mengizinkan kita untuk melaksanakan ibadah. Karena pada dasarnya orang Jepang menghargai privasi dan hak-hak pribadi masing-masing individu.
Pada tahun lalu di Kumamoto sendiri, karena pandemi, kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan dilarang untuk diadakan. Sehingga beberapa kegiatan ibadah harus dilakukan di rumah masing-masing. Untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri, meskipun boleh dilaksanakan di Masjid, namun setelah itu semua diharuskan kembali ke rumah masing-masing dan tidak diperkenankan mengadakan acara seperti Halal Bihalal yang biasanya ada di momen lebaran.
Namun, seiring dengan mulai menurunnya angka kasus dan mayoritas penduduk yang sudah di vaksin hingga dosis ketiga, perlahan peraturan-peraturan yang ada mulai di longgarkan. Berkat hal ini, pada tahun ini para pelajar Indonesia di Kumamoto bisa mengunjungi tempat teman-teman lain dan berkumpul untuk merayakan lebaran. Sesuatu yang sangat sulit didapatkan saat kita tidak berada di Indonesia, terlebih lagi saat pandemi.
Pada akhirnya, meskipun ada beberapa tantangan dan kesulitan bagi kita yang berada di Jepang karena adanya perbedaan budaya, semua itu bisa dilalui dengan kemampuan adaptasi orang Indonesia yang cukup baik dan sifat saling tolong menolong antar orang Indonesia di Jepang. Jadi tidak perlu ragu dan takut akan serba kesulitan nantinya. Di masa sekarang juga sudah cukup banyak komunitas Indonesia di berbagai negara yang sangat suportif. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk teman-teman yang ingin tahu seperti apa puasa dan lebaran di luar negeri, khususnya Jepang.
0 Comments