Mengingat Kembali Semangat Ramadhan Terakhir di H+7

Meski telah usai menjalani ibadah puasa selama 30 hari dan merayakan Hari Raya Idul Fitri yang ke 1439 H, tidak ada salahnya kita mengingat kembali momen-momen perjuangan yang pernah kita alami selama bulan puasa Ramadhan 1439 H di Negeri Sakura. Momen besar yang memudahkan kita untuk mengingatnya adalah saat kita kedatangan seorang tamu mulia, Dr. Syaifullah. Beliau jauh datang dari Indonesia dalam tugasnya untuk menyampaikan amanah berupa ilmu pengetahuannya kepada saudara-saudara kita di Negeri Jepang. Tidak hanya di Kumamoto, beliau juga memberi kuliah dengan singgah di Fukuoka, Hiroshima, Tokyo, dan kota-kota lainnya.

Sebuah kesempatan yang baik bagi kita, untuk merenungi sebuah pernyataan, “Ramadhan Terakhir”, meski di hari-hari setelah Ramadhan. Ketika kita berada pada momen-momen Ramadhan, kalimat tersebut menguatkan kita untuk terus meningkatkan semangat beribadah dari sisi ritual dan fisik, baik upaya fisik untuk memperbaiki diri sendiri atau upaya fisik yang berdampak dan bersifat sosial. Apalagi ketika kita mendengar atau membaca bahwa ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah perintah yang sifatnya wajib (QS.2: 183). Tentu hal tersebut telah membuat kita semakin bersemangat menjalani, dan mengupayakan usaha maksimal dan terbaik untuk beribadah seperti dengan meningkatkan intensitas membaca Al-Quran, meningkatkan kualitas pemahanan dan merenungi isi informasi Al-Quran, ibadah iktikaf, menyediakan makanan dan minuman untuk berbuka, atau membersihkan masjid. Upaya peningkatan intensitas dan kualitas ibadah tersebut dikerjakan dengan harapan dapat diterima disisiNya dengan semangat tidak ada yang tahu bahwa ini mungkin Ramadhan terakhir. Sebuah kalimat berupa pertanyaan yang beliau (ustadz) sampaikan adalah, “Apakah kita sudah siap sekiranya momen itu adalah kesempatan Ramadhan terakhir kita?”. Maka beruntung dan wajib beryukurlah sekiranya kita telah mampu memberikan usaha terbaik dengan meningkatkan intensitas dan kualitas ibadah kita, dan semoga hal tersebut memimbing kita untuk meningkatkan ketaqwaan. Pada sesi kuliah yang sangat berkesan tersebut juga kita lupa diiringi dengan berbuka puasa bersama dan dilanjutkan dengan melaksanakan sholat magrib berjamaah dengan hidangan menu utama RAWON dan sup BUAH. Terasalah nikmatnya menyantap makanan setelah kuliah tamu, perenungan, yang tetap diimbangi dengan tawa.

Meski telah usah ibadah Ramadhan dan merayakan Idul Fitri di tahun 1439 H, kita tetap perlu mengingat kalimat, “Ramadhan Terakhir”, karena sesungguhnya kita tidak pernah akan mengetahui apakah dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan kesempatan selanjutnya. Maka tidak ada salahnya dengan mengingat kalimat tersebut, semoga ini dapat menjadi dorongan bagi kita, untuk tetap menjaga intensitas dan kualitas sebagai mana saat di bulan Ramadhan.

Categories: Fumiku

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *